VIDDING – FREE EXPRESSION OR COPYRIGHT PIRACY?
I.
PENDAHULUAN
Argumen untuk pembenaran, baik secara legal maupun etika tentang vidding
meningkat seiring dengan meningkatnya praktik vidding di antara anak-anak muda maupun dewasa. Vidding adalah praktik membuat video
baru, kadang-kadang disebut songvids
atau fanvids di mana mengambil klip
yang telah ada, biasanya dari acara TV yang populer, seri anime, atau video musik, dan menggabungkannya dengan sebuah
musik. Bentuk-bentuk baru dari dunia entertainment atau kebebasan berekspresi
ini dapat dibuat ke dalam format-format yang berbeda dan dapat diakses pada
komputer dan internet. Sementara hal ini berkembang dengan cepat, vidding menghadapi pertanyaan-pertanyaan
secara hukum dan etika yang serius
terkait dengan perlindungan hak cipta (copyright)
dan kebebasan berekpresi.
Songvid yang pertama berasal dari Kandy Fong, yang menunjukkan sebuah slide show tentang pemeran Dr. Spock
dalam Star Trek sering menekankan
sisi setengah manusianya, dengan menyanyikan lagu Joni Mitchell pada Star Trek fan meeting di tahun 1975.
Terlebih sekarang, vids sering
mengumpulkan lusinan klip (potongan)-dari berbagai episode acara TV atau film lalu diset ke dalam music. Salah satu contoh
adalah band Good Charlotte yang
mengedit adegan kejahatan dari serial TV CSI:
New York dengan lagu bernuansa sedih karya ciptaan mereka sendiri,
mengatakan mereka ingin menunjukkan sisi bahaya yang dihadapi oleh para polisi
dalam tayangan tersebut.
Beberapa orang berpendapat bahwa vidding hanyalah sebuah bentuk kebebasan berekspresi. Menurut vidder Francesca Coppa, seorang Profesor
di Muhlenberg College dan pengarang
artikel ilmiah tentang vids mengatakan
bahwa ini adalah tempat bagi kami untuk bersuara/berbicara (Internet). Dia
meyakini bahwa You Tube sebagai tempat umum untuk mengungkapkan opini dan
berkomunikasi. Vidder lain, Rebecca
Tushnet, seorang Profesor hukum di Universitas Georgetown juga setuju bahwa vidders seharusnya tidak diperlakukan
sebagai pembajak. Mereka adalah orang-orang yang merespon terhadap budaya
dengan cara yang tidak komersial. Namun, hal ini menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hukum yang terkait dengan intellectual property. Seperti, mengunduh
/download musik tanpa membayar royalti
ke pihak pencipta lagu dan pemegang hak cipta. Akan tetapi, Henry Jenkins,
seorang akademisi terkemuka dan pengarang di budaya populer (budaya pop)
memiliki pendapat yang berbeda, bahwa walaupun vidders memakai copyrighted
material, akan sulit bagi artis untuk mengenali karya asli ciptaan mereka. Vidders bukan hanya mengartikan kembali
arti dari apa yang dimaksud oleh produser aslinya, tetapi juga memberikan
jawaban dari what-if serta menampilkan berbagai gambaran realita yang lain.
Karena hanya sebagian kecil gambar video yang digunakan dan tidak ada profit yang didapatkan, maka beberapa vidders dan pengacara berpendapat bahwa vidding sebaiknya diberikan pengecualian
sehubungan dengan hukum yang menyangkut copyright.
Namun, di mata hukum, vidders
yang menggunakan copyrighted material,
seperti klip dari adegan TV, film, dan musik, merupakan pelanggaran. Website seperti You Tube, bersikap
hati-hati terhadap copyrighted material, walaupun sudah banyak vids yang telah diunggah / upload
disana. Sebagai kebijakan, You Tube
akan menghapus materi-materi ilegal,
seperti video yang mengandung copyrighted
material yang tidak disetujui (approved),
jika mendapat informasi adanya pelanggaran terhadap hukum yang terkait dengan copyright. Yang lain beranggapan,
bagaimana jika vidders atau pengacara
yang mendukung diperlakukan demikian, di mana hasil pekerjaan atau gambar asli
buatan mereka dibuat dengan cara yang tidak menyenangkan. Sama seperti musisi
meyakini bahwa hasil pekerjaan dan kreativitas mereka seharusnya mendapat
royalti, begitu pun halnya dengan pembuat klip TV dan video. Di luar sebagai bentuk kebebasan
berkreativitas, vids dapat digunakan
sebagai propaganda atau cara-cara yang dipandang sebagai fitnah atau hal yang
buruk. Bagi mereka yang gambarnya dipakai menjadi obyek video tersebut mungkin
akan menempuh jalur hukum, sehingga masalah etika dan hukum ini menjadi semakin
meluas seiring berkembangnya vids di
internet.
II.
PEMBAHASAN
1.
QUESTION :
Dengan pendekatan kriteria etika, apakah membuat dan mengunggah
video-video ke internet merupakan ekspresi yang etis terhadap kebebasan
seseorang untuk bersuara, atau merupakan pelanggaran terhadap intellectual properties?
ANSWER :
Dalam dunia bisnis, penting untuk mengetahui etika dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Etika merupakan sebuah konsep yang dibangun
di masyarakat mengenai tindakan yang benar dan yang salah. Etika memberitahukan
apakah tindakan yang kita lakukan merupakan tindakan yang bermoral atua tidak
dalam dasar hubungan antar manusia, bagaimana kita berpikir dan bertindak
terhadap orang lain dan bagaimana kita ingin mereka berpikir dan bertindak
terhadap kita. Dalam penelitian ini, kami melakukan analisa apakah vidding termasuk tindakan yang etis atau
tidak berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Utilitarianism
Berdasarkan prinsip utilitarianism, suatu tindakan dikatakan etis apabila benefit lebih tinggi daripada cost. Pendekatan ini seringkali disebut
pendekatan cost and benefit karena
menggunakan perbandingan antara cost
dan benefit dalam membuat keputusan, policy, maupun action. Cost and benefit dapat diukur secara ekonomis
(diekspresikan dalam mata uang), sosial (pengaruhnya pada masyarakat luas),
maupun human (biasanya menekankan
pada dampak psikis dan emosi). Keterbatasan dari pendekatan utilitarianism adalah sulitnya mengukur cost dan benefit yang sifatnya intagible.
Dalam kasus vidding, dari sisi utilitiarianism
dikatakan sebagai tindakan yang tidak etis. Dari sisi pebisnis (pihak yang
membuat video atau musik original), dalam membuat suatu karya tentu saja
dibutuhkan kreatifitas dan biaya yang tidak sedikit. Apabila intellectual propeties tersebut
dimanfaatkan sebagian pihak untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan melakukan vidding, tentu saja akan merugikan para
pebisnis. Benefit akan mengalir ke
pelaku vidding sehingga benefit untuk pebisnis tidak maksimal.
2. Rights
Human Rights (hak asasi
manusia) merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisa suatu tindakan etis
atau tidak. Hak asasi manusia yang paling mendasar adalah hak untuk hidup, hak
untuk hidup aman, kebebasan berbicara, kebebasan, dan memperoleh informasi. Dengan
menolak hak asasi orang lain, suatu tindakan dapat dikatakan tidak etis. Tindakan
saling menghormati merupakan esensi dari
hak asasi manusia. Menggunakan milik orang lain dapat dikatakan tidak
etis apabila dalam waktu yang bersamaan kita mengganggu usaha orang lain dalam
mencapai tujuan. Keterbatasan penilaian etis tidaknya suatu tindakan adalah
kesulitan untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak yang saling bertentangan.
Dari pendekatan etika menggunakan hak asasi manusia, vidding dapat dinilai sebagai tindakan
yang tidak etis. Pelaku vidding dapat
dikatakan mengambil barang milik orang lain tanpa ijin dari pihak terkait dan
menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Pelaku vidding dapat dikatakan tidak menghormati kepentingan orang lain
karena mengganggu kepentingan pebisnis untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya melalui penjualan video atau musik.
3. Justice
Dasar pemikiran dari pendekatan justice (keadilan) adalah pendistribusian benefit yang adil dan fair,
serta didasarkan pada peraturan-peraturan yang telah disetujui. Distribusi yang
adil dan fair tidak selalu berarti
pendistribusian dengan jumlah yang sama.
Dalam kasus vidding,
pebisnis (pihak yang membuat video atau musik original) kehilangan sebagian haknya
akibat dicuri oleh pelaku vidding.
Hal ini menyebabkan keadaan menjadi tidak fair
dimana cost yang dikeluarkan pebisnis
lebih besar daripada pelaku vidding
akibat pencurian intellectual
properties.
Dari
hasil analisa ketiga kriteria dalam etika, dapat disimpulkan bahwa vidding merupakan pelanggaran terhadap intellectual properties. Vidding disebut tindakan yang tidak etis
karena mengganggu hak orang lain dan
menyebabkan kerugian di salah satu pihak.
Tabel: Perbedaan Kriteria Penilaian Etika
Metode
|
Faktor
Kritis
|
Kriteria
Tindakan Etis
|
Batasan
|
Utilitarian
|
Benefits
dibandingkan
costs
|
Net
benefits > net costs
|
Sulit untuk mengukur beberapa biaya manusia dan sosial,
sebagian mungkin mengabaikan hak-hak minoritas.
|
Rights
|
Menghormati hak
|
Hak-hak dasar manusia dihormati
|
Sulit untuk menyeimbangkan hak-hak yang bertentangan.
|
Justice
|
Mendistribusikan bagian secara adil
|
Benefits
dan costs didistribusikan secara adil
|
Sulit untuk mengukur benefits
dan costs, kurangnya kesepakatan tentang bagian yang adil.
|
2. QUESTION :
Bagaimana
seharusnya kita membuat batasan dalam menggunakan material yang ditemukan di
internet, di samping itu masih menghormati intellectual
properties dan hak royalty yang dimiliki oleh sang artis? Bagaimana
seharusnya sebuah video berbeda dari yang original sehingga tidak lagi disebut
sebagai plagiat?
ANSWER
:
Intellectual properties
merupakan suatu konsep yang mengacu pada suatu buah kreasi atau hasil pemikiran
yang secara eksklusif diakui sebagai hak seseorang. Dalam industri music dan
video, intellectual properties
seringkali dilindungi oleh hak cipta (copyrights).
Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Di Indonesia, hak cipta diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
Seorang pemegang hak cipta memiliki hak untuk membuat salinan
atau reproduksi terhadap ciptaan tersebut, mengimpor dan mengekspor ciptaan,
menampilkan ciptaan di depan umum, menjual atau mengalihkan hak cipta kepada
orang atau pihak lain (Wikipedia, 2012).
Perilaku vidding
tentu saja melanggar hak cipta yang dimiliki oleh pembuat lagu atau musik
original. Oleh karena itu, haruslah dibuat batasan-batasan terhadap kreatifitas
seseorang dalam menggunakan material yang ditemukan di internet tanpa
mengganggu hak cipta dan hak royalti yang dimiliki oleh pihak terkait. Tindakan
vidding tergolong tidak melakukan
pelanggaran hak cipta apabila:
·
Disertakan sumber dari mana video
tersebut diambil.
·
Ada izin yang diberikan (baik
secara langsung atau tidak langsung) dari author.
·
Tidak
ada pihak merasa yang dirugikan atau keberatan apabila karya ditampilkan untuk umum.
Namun kami menyarankan untuk membuat video atau
musik yang sama sekali baru (original)
atau tidak melakukan tindakan plagiat, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak
cipta.
3. QUESTION
:
Apakah
seharusnya ada tempat dalam dunia teknologi ini dimana kita bebas berekspresi
secara bebas dalam forum publik tanpa ada pembatasan dan pengawasan yang ketat?
Apakah seharusnya dapat masyarakat dapat mengatakan atau mempertunjukkan apa
saja yang mereka harapkan tanpa batasan? Jika ya, batasan apa yang harus
ditetapkan dan siapa yang harus menetapkan batasan tersebut?
ANSWER
:
Pada
saat ini, internet merupakan area untuk mengekspresikan diri secara bebas tanpa
pengawasan. Semakin bergesernya norma dan nilai yang penting dalam masyarakat
menyebabkan penyalahgunaan kebebasan. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan
pengawasan pada kegiatan-kegiatan tertentu di dunia maya agar tidak terjadi
kebebasan yang kebablasan sehingga dapat mengarah ke tindak kejahatan dan dapat
merugikan orang lain. Bentuk pembatasan yang dapat dilakukan antara lain dengan
kebijakan atau regulasi dari pemerintah (policy),
penegakan nilai, etika, norma-norma yang berlaku di masyarakat, pengawasan dari
pihak-pihak yang bersangkutan seperti YouTube, produsen musik dan video, dan
lain sebagainya.
III. KESIMPULAN
Vidding adalah bentuk
kreativitas dalam menggabungkan video & original
music menjadi sesuatu yang baru.
Video dan musik tersebut bahkan bisa diambil dari yang sudah memiliki copyright.
Tidak ada yang salah dalam berkreativitas selama tindakan
tersebut tidak merugikan banyak pihak, terutama dari pihak yang bersangkutan
(dalam hal ini pemilik video atau original
music dan tercopyright). Jadi bisa
dikatakan tempat untuk “free expression”
namun tetap harus ada Undang-undang yang membatasi (copyright, patent, etc), agar kebebasan tersebut dapat
tetap terkendali, dan tidak mengarah ke tindakan negatif.